Archive for August 2010

Bagaimana Mengatasi Problem Anak Jalanan di Ibukota?   6 comments

ANAK JALANAN

Anak Jalanan di Ibukota

Persoalan anak jalanan tidak pernah ada habis-habisnya. Patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu. Pepatah-pepatah itu barangkali bisa menggambarkan betapa sulitnya mengurangi anak jalanan di Jakarta. Data menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan yang berkeliaran di ibukota mencapai 4.000 anak. Sumber lain  justru menunjukkan angka yang lebih fantastic. Tahun 2009, angkanya mencapai 12.000 anak naik 50% dari tahun sebelumnya yang hanya 8.000 anak. Jumlah ini tergolong tinggi dibanding rata-rata jumlah keseluruhan anak jalanan di 12 kota besar yang mencapai lebih dari 100.000 anak.

Anak jalanan di Jakarta tersebar di berbagai lokasi strategis, namun lokasi yang paling mudah kita jumpai anak-anak jalanan adalah disekitar lampu merah. Biasanya mereka mengamen, mengemis, membersihkan kaca mobil, atau aktivitas lain yang bisa mendatangkan rupiah. Konon, Anak-anak tersebut sebagian besar besaral dari luar DKI Jakarta.

Cerita tentang manisnya kehidupan Jakarta, mengundang para pendatang dari berbagai pelosok Indonesia dan dari berbagai lapisan masyarakat. Tak ketinggalan juga pendatang anak-anak yang hanya bermodalkan tekad semata. Mereka datang dengan berjuta harapan untuk mengadu nasib di ibukota. Namun apalah daya Jakarta tidak seramah yang mereka kira. “Siapa suruh datang Jakarta”, itulah penggalan bait lagu yang mungkin bisa menggambarkan betapa tidak bersahabatnya Jakarta bagi para pendatang.

Disamping para pendatang, ada juga mereka yang menjadi anak jalanan karena ditelantarkan oleh orang tuanya. Mereka berjuang sendiri untuk hidup di kota yang tak kenal belas kasihan ini.

Menghadapi gelombang anak jalanan yang begitu besar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya telah melakukan berbagai upaya. Dari upaya penertiban, pembinaan, pemberian pelatihan-pelatihan hingga penyediaan rumah singgah bagi mereka. Namun, sepertinya upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut belumlah cukup. Saat ini masih begitu mudahnya kita temukan anak-anak jalanan di sekeliling kita.

Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras lagi. Undang-undang dasar mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negera. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak-anak yang hidup di jalanan) juga harus menjadi perhatian negara. Namun, harus juga dipahami bahwa kemampuan negara saat ini mamanglah masih terbatas.

Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi anak jalanan antara lain :

(1)    Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus masuknya anak-anak) ke Jakarta, dengan cara menggalakkan operasi yustisi, memperkuat koordinasi dengan daerah asal, pemulangan anak jalanan ke daerah asal, dll.

(2)   Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna menyelesaikan masalah anak jalanan tersebut dengan menyentuh pada sumber permasalahannya. Sebagai contoh : banyak diantara anak jalanan yang menjadi tulang punggung keluarganya.  Jika ini yang terjadi, maka pemerintah tidak bisa hanya melatih, membina atau mengembalikan si anak ke sekolah. Tapi, lebih dari itu pemerintah harus melakukan pendekatan dan pemberdayaan ekonomi keluarganya;

(3)   Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah. Ini tidak gampang. Harus ada perlakuan khusus terhadap mereka. Masing-masing anak jalanan tentu memiliki permasalahan yang spesifik. Maka pendekatan yang dilakukan untuk mengembalikan mereka ke sekolah juga harus dilakukan dengan cara yang spesifik pula;

(4)   Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali. Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengamanatkan bahwa perlindungan anak perlu dilakukan dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

(5)   Menciptakan program-program yang responsif terhadap perkembangan anak, termasuk anak jalanan;

(6)   Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan keberadaan anak-anak jalanan di ibukota;

(7)   Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan sesunggungnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.

Foto dipinjam dari sini >>

Haruskah Sekolah Gratis?   1 comment

Sekolah Gratis

SDN di Kepulauan Seribu (Foto : Kang Agus, 2009)

Mendengar pertanyaan tersebut, sebagian besar masyarakat tentu akan menjawab HARUS. Sekolah harus gratis, karena undang-undang dasar kita mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Artinya negara berkewajiban untuk memberikan layanan pendidikan kepada warganya.

Namun, mungkin juga ada yang berpendapat TIDAK HARUS. Pelayanan pendidikan tidak harus gratis karena sesungguhnya penyelenggraan pendidikan bukanah menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Isyu sekolah gratis sering mencuat pada saat menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Slogan sekolah gratis acapkali digunakan dalam rangka mendongkrak popularitas sang calon kepala daerah. Dan ketika sang calon tersebut terpilih, maka janji-janji tersebut haruslah direalisasikan.

Saat ini, DKI Jakarta juga tengah gencar mengupayakan sekolah gratis melalui program Biaya Operasional Pendidikan (BOP). BOP merupakan pendamping program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat (Kementerian Pendidikan Nasional). Namun, karena terbatasnya anggaran saat ini BOP baru diperuntukkan bagi sekolah negeri saja.

Beberapa kalangan memang beranggapan bahwa sekolah tidak harus gratis, karena konon tidak ada satupun negara di dunia ini yang menerapkan sekolah gratis. Disamping itu ada beberapa alasan mendasar yang menyebabkan pemberlakuan sekolah gratis tidaklah menjadi suatu keharusan, yaitu :

(1). Masih banyak masyarakat yang belum tersentuh (terjangkau) dunia pendidikan, seperti anak-anak terlantar dan anak-anak jalanan. Jadi, alangkah baiknya jika anggaran untuk biaya sekolah gratis tersebut dialihkan untuk membangun akses baru bagi mereka yang betul-betul membutuhkan.

(2). Pemberlakuan sekolah gratis untuk semua lapisan masyarakat akan menghabiskan dana yang sangat besar. Pemerintah Daerah mungkin tak akan  sanggup. Namun, jika sekolah gratis hanya diperuntukkan bagi sekolah negeri saja (seperti yang yang diberlakukan saat ini), bisa jadi akan mencederai rasa keadilan masyarakat. Seharusnya pengaturan biaya sekolah bukan didasarkan pada kategori sekolah (negeri-swasta), tetapi lebih didasarkan pada kemampuan masyarakat. Atau dengan kata lain sekolah gratis itu lebih pas bila diterapkan bagi mereka yang betul-betul membutuhkan.

(3). Biaya sekolah merupakan komponen penggerak (motivator) bagi orang tua untuk terus mendorong anaknya tetap bersekolah. Bayangkan jika orang tua tidak kehilangan sepeserpun dalam  menyekolahkan anak-anaknya. Pasti mereka kurang peduli terhadap perkembangan proses belajar mengajarnya. Kalaupun si anak tidak naik kelas (droup out) toh mereka tidak merasa kehilangan.

(4). Masih banyak sekolah-sekolah yang kualitasnya belum sesuai harapan. Jadi, alangkah baiknya jika biaya yang digunakan untuk membiayai sekolah gratis tersebut digunakan untuk mendongkrak kualitas sekolah dengan menyediakan sarana-prasarana pendukung serta peningkatan kualitas tenaga pengajar.

Jadi, sekolah gratis bukanlah suatu keharusan. Sesungguhnya yang lebih penting bukanlah sekedar sekolah gratis, tapi bagaimana menciptakan sekolah yang bekualitas tetapi tetap terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk mewujudkannya dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain :

(1). Mengembangkan program subsidi silang. Harus diciptakan suatu mekanisme yang memungkinkan siswa kaya membayar lebih dari yang dibayar oleh siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Atau dengan kata lain, membangun kolaborasi kaya-miskin, dimana si kaya mensubsidi si miskin.

(2). Memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, tentunya termasuk anak-anak terlantar, anak-anak jalanan, anak-anak yang tinggal di panti, dll. Caranya dengan memperluas akses ke jalur pendidikan (termasuk membuka sekolah malam), memberikan beasiwa penuh, serta untuk anak jalanan yang menjadi tulang punggung keluarga maka keluarganya juga harus diberikan akses ke lapangan pakerjaan;

(3). Mengembangkan program beasiswa penuh untuk siswa miskin dan siswa berprestasi, melengkapi sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar serta upgrade tenaga pengajar.

(4). Menggalang kepedulian masyarakat kepada dunia pendidikan.

Posted 26/08/2010 by Kang Agus in Pendidikan

Tagged with , , , ,

Monas, Simbol Patriotisme Bangsa   Leave a comment

 

Puncak Monas

Puncak Monas (Foto : Kang Agus, 2010)

Monumen Nasional atau yang sering dikenal dengan Monas atau Tugu Monas terletak di wilayah Jakarta Pusat. Monumen ini dibangun untuk mengenang patriotisme perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan. Kini monas bukan saja menjadi kebanggaan Jakarta, tetapi juga menjadi kebanggaan seluruh bangsa Indonesia.

Tugu Monas didirikan di areal seluas 80 hektar. Bangunan dirancang oleh Soedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno. Pembangunan dimulai Agustus 1959 dan diresmikan oleh presiden Soekarno pada 17 Agustus 1961. Monas dibuka resmi untuk umum mulai 12 Juli 1975.

Monas

Monumen Nasional (Foto : Kang Agus, 2010)

Monumen Nasional terdiri dari 4 bagian utama yaitu Ruang Museum Sejarah, Ruang Kemerdekaan, Pelataran, serta Obor dan Cawan.

Bagian pertama adalah ruang museum sejarah berukuran 80 x 80 meter dan dapat menampung ± 500 pengunjung. Ruangan ini berada di bawah permukaan tanah. Pada keempat sisi ruangan terdapat 51 jendela peraga (diorama) yang menggambarkan pristiwa sejarah bangsa Indonesia sampai dengan masa orde baru.

Bagian kedua adalah ruang kemerdekaan yang didalamnya terdapat atribut kemerdekaan Republik Indonesia, peta kepulauan Republik Indonesia, Bendera Sang Saka Merah Putih, Lambang Negara Bhineka Tunggal Ika dan pintu Gapura yang berisi Naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Bagian ketiga adalah Pelataran yang berada 17 meter diatas permukaan tanah, berbentuk persegi dengan ukuran 45 x 45 meter. Konon, perpaduan antara tinggi pelatara (17 meter), tinggi museum (8 meter) dan lebar pelataran (45 meter) sengaja dibuat dengan maksud untuk mengenang dan melestarikan angka keramat proklamasi kemerdekaan RI (17-8-1945).

Bagian keempat adalah obor yang menyala dan cawan yang berada di puncak Monas. Obor menyala atau lidah api melambangkan semangat perjuangan rakyat Indonesia yang tak pernah padam dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Konon obor yang terbuat dari perunggu tersebut berdiameter 6 meter, beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas seberat 35 kg. Obor tesebut ditopang oleh sebuah cawan dengan ukuran 11 x 11 meter dan dapat menampung ± 50 pengunjung. Dari cawan ini, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Kini, cawan ini dilengkapi dengen teleskop untuk mebantu pengunjung melihat hamparan Jakarta dari ketinggian.

Secara keseluruhan, tugu Monas memiliki ketinggian 132 meter dan berbentuk batu obeliks yang terbuat dari marmer. Monumen ini merupakan bentuk perpaduan antara lingga dan yoni. Tugu yang menjulang tinggi berbentuk lingga (alu), sedangkan pelataran melambangkan yoni (lesung). Alu dan lesung merupakan alat rumah tangga yang terdapat di hampir setiap rumah penduduk pribumi Indonesia. Lingga dan yoni merupakan simbol kesuburan berdasarkan kebudayaan hindu, yang juga melambangkan kemakmuran bangsa Indonesia.

Monas

Monas (Foto : Kang Agus, 2010)

Keseluruhan area Monas kini dijadikan sebagai salah satu kawasan unggulan Kota Administrasi Jakarta Pusat. Kawasan Monas di buka untuk umum dan digunakan untuk berbagai aktivitas, antara lain olah raga, wisata dan sarana interaksi sosial lainnya. Untuk mendukung aktivitas-aktivitas masyarakat tersebut, areal Monas dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung, yaitu : jogging track, tempat parkir yang cukup luas, pusat jajanan, air mancur, stasiun kereta api Gambir, halte busway, kereta wisata, plaza Taman Monas, kolam air mancur, patung Diponegoro, taman hutan kota, sarana olah raga, kelengkapan sarana dan prasarana taman, pedestrian, amphitheater serta flora dan fauna seperti rusa tutul, burung dan aneka tanaman.

Kawasan Monas dapat diakses dari berbagai penjuru arah, yaitu melalui Jl. MH. Thamrin, Jl. Menteng Raya, Jl. Majapahit, Jl. DR. Sutomo atau melalui Stasiun Kereta Api Gambir.

Posted 21/08/2010 by Kang Agus in Pariwisata

Tagged with , ,

Geliat Wisata Kepulauan Seribu   Leave a comment

Pulau Seribu

Pantai Pulau Seribu (Foto : Kang Agus, 2009)

Pernahkan anda berkunjung ke Pulau Seribu ? Jawaban pertanyaan tersebut tentu sangat beragam. Tidak heran, karena konon hasil survey menyatakan hanya 10% penduduk Jakarta yang mengenal Kepulauan Seribu, dan hanya 5% dari masyarakat yang menyatakan mengenal Kepulauan Seribu pernah berkunjung ke Pulau Seribu. Ironis, Kepulauan Seribu yang notabene merupakan bagian wilayah DKI Jakarta, tapi tidak dikenal oleh masyarakat Jakarta.
Kepulauan Seribu terdiri dari gugusan pulau-pulau dengan luas wilayah daratan ± 869,71 Ha, terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang berjumlah ± 110 pulau. Secara administratif, Kepulauan Seribu merupakan kabupaten termuda di Provinsi DKI Jakarta (pemekaran dari Kotamadya Jakarta utara, tahun 2001), terdiri dari 2 kecamatan, 6 kelurahan dan 11 pulau hunian. Ke 11 pulau hunian tersebut adalah Pulau Untung Jawa, P. Tidung Besar, P. Payung, P. Pari, P. Lancang Besar, P. Panggang, P. Pramuka, P. Kelapa, P. Kelapa Dua, P. Harapan dan P. Sebira. Selain pulau hunian, terdapat beberapa pulau yang telah ditetapkan sebagai pulau-pulau wisata (a.l. P. Ayer, P. Bidadari, P. Putri dan P. Sepa) serta pulau suaka (a.l. P. Rambut dan P. Onrust).
Dengan kondisi alamnya yang indah, pulau-pulaunya yang tersebar, pantainya yang masih asri, air lautnya yang belum tercemar, ikan yang masih berlimpah serta terumbu karang yang masih terjaga sesungguhnya Kepulauan Seribu memiliki potensi wisata bahari yang sangat menjanjikan. Memang, denyut wisata Kepulauan Seribu saat ini masih mengalami bebarapa kendala a.l. sulitnya menjangkau pulau-pulau tersebut karena terbatasnya sarana transportasi. Disamping itu, pengembangan wisata yang terkonsentrasi pada beberapa pulau saja berakibat pada lambatnya perkembangan sektor wisata di Kepulauan Seribu. Namun, Pemerintah Daerah beserta sektor swasta tengah berupaya sekuat tenaga untuk membangkitkan geliat wisata Kepulauan Seribu, melalui perbaikan infrastruktur dan sarana pendukung pariwisata serta promosi yang lebih intensif.
Strategi pengembangan wisata Kepulauan Seribu ke depan harus dirubah. Disamping berorientasi pada kenyamanan dan kepuasan wisatawan, pengembangan wisata di Kepulauan Seribu harus memberikan multiflier effect kepada masyarakat Kepulauan Seribu. Untuk itu strategi yang harus dikembangkan adalah :
(1). Pengembangan daya tarik obyek wisata. Obyek wisata yang ditawarkan harus memiliki unsur indah, unik, beda dan beragam. Setiap wilayah harus diberi kebebasan untuk menampilkan keunggulan pulaunya masing-masing. Misalnya, wisata sejarah di P. Panggang & P. Panjang karena di kedua pulau tersebut banyak terdapat makam-makam keramat yang telah melegenda; Budidaya penyu di P. Pramuka; Sea farming di P. Semak Daun; wisata agro di P. Tidung Kecil; Wisata mancing di P. Kelapa dan P. Harapan yang terkenal asri dan kaya ikan serta terumbu karang, dst.
2). Pembenahan transportasi, harus diciptakan moda transportasi laut yang terjadwal dan dapat menjangkau keseluruhan pulau-pulau yang akan dikembangkan menjadi obyek wisata.
(3). Penyediaan fasilitas pendukung, seperti : home stay (penginapan), restaurant (rumah makan khas pulau), penyewaan peralatan pendukung wisata serta jaringan utilitas.
(4). Meningkatkan upaya promosi wisata (termasuk penyediaan cindera mata khas pulau).
Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah daerah harus bekerja keras untuk meyakinkan para investor agar turut berperan dalam pengembangan wisata Kepulauan Seribu. Komponen-komponen yang tidak menarik minat investor, hendaknya di create oleh pemerintah daerah sendiri melalui proyek-proyek pencontohan untuk mentriger masuknya investasi swasta murni.

Posted 11/08/2010 by Kang Agus in Pariwisata

Tagged with , , ,

Jakarta (Masih) Macet   Leave a comment

Kemacetan Jakarta

Macet di Jl. Rasuna Said (Foto : Kang Agus, 2010)

Jakarta mmmacet. Keluhan itu sudah kita dengar sejak lama. Namun, kini kondisinya makin parah. Konon, saat ini Jakarta termasuk kedalam 15 kota dengan peringkat kemacetan terparah di dunia. Tokyo (Jepang) adalah kota dengan tingkat kemacetan terparah, diikuti Los Angeles (USA)  dan Sao Paulo (Brazil). Sedangkan Jakarta (Indonesia) berada pada urutan 14 setelah Manila (Philipine) dan London (UK).

Penyebab kemacetan sangat beragam. Beberapa diantaranya  adalah tidak seimbangnya rasio pertumbuhan kendaraan bermotor dengan pertumbuhan jalan, ketimpangan pertumbuhan antara kota Jakarta dengan wilayah sekitarnya, kompleksnya fungsi kota, serta rendahnya tingkat kedisiplinan, kepatuhan dan masih lemahnya law enforcement.

Data menunjukkan bahwa saat ini di Jakarta terdapat 6,7 juta kendaraan bermotor, terdiri dari 2,4 juta kendaraan roda empat dan 4,3 juta kendaraan roda dua. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 1.172 unit per hari, terdiri dari 186 unit kendaraan roda empat dan 986 unit kendaraan roda dua. Ironisnya, panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 KM dan luasnya 40,1 KM2 (6,2% luas wilayah DKI Jakarta), dengan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01% per tahun. Tidak seimbangnya  rasio pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan jalan tersebut menyebabkan kemacetan di Jakarta kini makin parah. Dalam 7 tahun terakhir, kecepatan kendaraan di jalan Jakarta turun dari 26 KM per jam menjadi 20 KM per jam (Koran Tempo, 10 Juli 2010).

Kemacetan juga disebabkan adanya ketidakseimbangan pemeratan pertumbuhan Jakarta dengan wilayah sekitanya (Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi). Tidak meratanya pertumbuhan tersebut menyebabkan munculnya arus masuk penduduk ke Jakarta yang cukup besar. Mereka berbondong-bondong mengadu nasib di  Jakarta. Akhirnya munculah arus commuter, yaitu arus yang disebabkan oleh pergerakan penduduk luar Jakarta yang bekerja di Jakarta. Inilah yang menyebabkan kemacetan pada pagi dan sore hari (jam berangkat dan pulang kantor) terlihat lebih padat.

Penyebab kemacetan lainnya adalah berlebihnya  beban fungsi kota Jakarta. Saat ini fungsi kota Jakarta sangat kompleks. Jakarta dijadikan sebagai pusat segala aktivitas. Dari pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat bisnis  hingga pusat perbelanjaan tumplek di Jakarta. Beragamnya fungsi kota tersebut mengakibatkan pertumbuhan terpusat dan mobilitas penduduk sangat tinggi.

Disisi lain, masih lemahnya tingkat kedisiplinan dan kepatuhan masyarakat pada hukum yang tidak dibarengi dengan law inforcement yang konsisten juga memberikan andil yang cukup besar pada peningkatan kemacetan di Jakarta. Kesemrawutan masih terlihat dimana-mana. Dari kebiasaan angkot yang sering kebut-kebutan dan ngetem sembarangan, kendaraan roda dua yang berjalan zigzag dan kadang melawan arus, kebiasaan melanggar rambu-rambu lalu lintas hingga asongan dan kaki lima yang menggunakan badan jalan untuk berjualan.

Solusi yang dapat menjadi alternatif pemecahan masalah tersebut antara lain :

1). Mengurangi beban fungsi kota dengan cara merasionalisai fungsi kota yang kurang prioritas. Jakarta harus “berani”  memilih. Hanya fungsi kota yang menjadi prioritas saja yang boleh tumbuh di Jakarta. Sedangkan fungsi pendukungnya dapat di pindahkan ke daerah penyangga Jakarta (Bodetabek). Caranya adalah dengan memberikan stimulus pertumbuhan daerah sekitar Jakarta, dengan cara membatasi pertumbuhan (minus growth) terhadap fungsi yang tidak prioritas. Misal melakukan pembatasan perijinan atau pemberlakun pajak yang tinggi. Sementara, daerah penyangga juga harus menangkap kesempatan yang ditawarkan tersebut dengan cara memberikan berbagai kemudahan.

2). Memberlakukan kalender khusus bagi karyawan instansi pemerintah, swasta dan sekolah. Hal ini berkaitan dengan pembagian waktu masuk kerja dan masuk sekolah. Bukan sekedar pengaturan jam masuk sekolah seperti yang telah diterapkan saat ini. Melainkan pengaturan waktu libur. Saat ini semua instansi baik pemerintah, swasta maupun sekolah memberlakukan hari libur pada hari Sabtu dan Minggu. Sehingga pada hari-hari kerja lalu lintas Jakarta sangat padat. Untuk mengurai kemacetan, sesungguhnya dapat diberlakukan kalender khusus, dengan cara melakukan pengaturan kembali terhadap hari kerja dan hari libur. Atau dengan kata lain menggeser dan membagi hari libur. Dengan cara demikian, setiap hari ada institusi yang masuk kerja dan ada juga yang diliburkan.

3). Melakukan pengaturan dan pembatasan terhadap jumlah dan jam keluar kendaraan bermotor. Caranya adalah dengan menerapkan pajak progresif, pembatasan tahun kendaraan atau penerapan nomor ganjil dan genap.  Meski mungkin solusi ini “pahit” bagi Pemda DKI Jakarta karena bisa berdampak pada penurunan penerimaan asli daerah (PAD) dari sektor pajak kendaraan bermotor (PKB), namun solusi ini diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kemacetan di Jakarta.

4). Melakukan pembatasan terhadap penggunaan kendaraan pribadi dengan cara mengembangkan angkutan masal, seperti yang mulai dikembangkan di DKI Jakarta saat ini. Angkutan masal yang ada seperti kererta dan bus way bisa menjadi alternatif. Namun, terlebih dahulu harus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Sementara di daerah-daerah perbatasan dibangun tempat-tempat parkir terpadu. Dengan demikian, pengguna kendaraan pribadi hanya menggunakan mobilnya sampai perbatasan Jakarta.

5). Mengatasi kesemrawutan lalu lintas dengan cara membangun jalur khusus bagi kendaraan roda dua, penegakan disipilin secara konsisten (law enforcement), penataan pedagang asongan dan kaki lima, penertiban rambu dan marka jalan, penertiban parkir liar dan “polisi cepek”, pengaturan daerah operasi bajaj, serta penataan kembali posisi halte dan jembatan penyebrangan.

6). Mengatur luasan badan jalan pada waktu-waktu tertentu  disesuaian tingkat kepadatan lalu lintas. Caranya dengan membangun separator yang dapat digeser. Hal ini untuk mengatasi tidak berimbangnya arus masuk dan arus keluar kota Jakarta. Pada pagi hari jalur masuk Jakarta dapat diperlebar dengan cara mengeser separator yang ada, demikian juga sebaliknya.

Posted 11/08/2010 by Kang Agus in Transportasi

Tagged with , , ,